Pages

Thursday, April 18, 2013

TEMAN DAN PENGARUHNYA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN





Termasuk hal yang penting dalam pembinaan anak muslim adalah dengan menghindari bersahabat dengan teman-teman yang buruk dan jahat, hendaklah ia tumbuh dewasa dengan sahabat-sahabat yang baik, bermajelis dengan orang-orang dewasa sehingga mereka mendapatkan tambahan ilmu dan pengalaman, belajar adab dan akhlak. Bahkan bisa jadi anak kecil yang mendapatkan karunia Allah berupa kecerdasan dan kepandaian dapat memberikan manfaat yang banyak kepada manusia dan orang-orang yang bergaul dengannya maka kedua orang tuanya dan orang-orang yang mendidiknya ikut bergembira.
Teman mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk kepribadian anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Seseorang menurut agama sahabatnya, maka hendaklah setiap orang memperhatikan dengan siapa dia bersahabat”. (H.R. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad dengan sanad hasan)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
“Sesungguhnya perumpamaan teman majelis yang shalih dan teman majelis yang buruk seperti orang yang membawa minyak misk (kasturi) dan pandai besi. Orang yang membawa minyak misk bisa jadi ia memberimu hadiah, atau engkau membeli darinya atau engkau mencium bau harum darinya. Sedangkan pandai besi bisa jadi ia membakar bajumu atau engkau mendapatkan darinya bau yang tidak sedap.” (Muttafaq Alaih)
Syaikh Bakr Abu Zaid dalam bukunya “Hilyatu Thalibil Ilmi” memperingatkan penuntut ilmu agar hati-hati terhadap teman yang buruk karena adab yang buruk dan karakter seseorang mudah berpindah dan manusia diberi naluri untuk saling menyerupai dan meniru temannya. Hati-hati dari bergaul dengan mereka karena pencegahan lebih mudah dari pengobatan. Pilihlah teman yang dapat membantu mencapai tujuanmu yang mulia dan cocok dengan tujuan tersebut, pilihlah teman yang mendekatkan dirimu kepada Allah. Kemudian beliau membagi teman itu menjadi tiga macam:
1. Teman berasaskan manfaat
2. Teman kenikmatan
3. Teman keutamaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah dalam “Syarah Hilyah Thalibil Ilmi”menjelaskan tentang tiga macam teman dengan mengatakan,
“Pertama, teman manfaat yaitu orang yang berteman denganmu untuk mendapatkan manfaat darimu berupa harta, kedudukan atau lainnya. Jika tidak ada manfaat yang didapatkan darimu jadilah ia musuhmu, dia tidak mengenalmu dan kamu tidak mengenalnya. Betapa banyaknya mereka ini, jika mereka diberi shadaqah mereka senang tapi jika tidak diberi mereka marah. Ada seorang temanmu yang sangat akrab, kamu sangat menghormatinya dan dia pun sangat menghormatimu, suatu hari ia berkata kepadamu, “Bawa sini bukumu untuk saya baca!”. Kamu menjawab, “Demi Allah saya perlu buku itu besok”. Maka ia cemberut dan memusuhimu, apakah ini dikatakan teman? Ini teman manfaat.
Kedua, teman kenikmatan, Ia berteman denganmu hanya untuk bersenang-senang denganmu dalam bermajelis dan begadang, tetapi dia tidak memberimu manfaat dan kamu tidak memberi manfaat kepadanya, yang ada hanya buang waktu. Tipe ini juga kamu harus hati-hati darinya karena dia akan menyia-nyiakan waktumu.
Ketiga, teman keutamaan, yang membawamu kepada kebaikan dan melarangmu kepada keburukan, membuka pintu-pintu kebaikan untukmu dan menuntunmu kepadanya.. Jika kamu tergelincir dia akan melarangmu dengan cara tidak mempermalukanmu, ini baru teman keutamaan.”
Adapun syarat-syarat untuk memilih teman dan adab berteman telah dijelaskan dalam buku“Adab Bergaul” sehingga tidak perlu ditulis lagi.
Seorang penyair berkata:
“Jauhilah teman yang buruk dan putuskanlah perangkapnya,
berbasa basilah apabila engkau tidak mendapatkan jalan untuk menghindarinya,
Berpegangteguhlah dengan sahabat yang jujur hindarilah berdebat dengannya,
Engkau akan dapatkan kasih sayang yang murni selama engkau tidak mendebatnya,
Barangsiapa yang menanam kebaikan kepada orang yang tidak pantas diberi kebaikan,
Dia akan mendapatkannya dibalik lautan atau di dasarnya,
Allah memiliki surga yang luasnya seluas langit,
Tetapi surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai”
Hendaknya kita menanam kebaikan kepada orang lain janganlah kita maksudkan untuk mendapatkan balasan kebaikan dari orang tersebut tapi hendaklah dengan niat mendapat ridha Allah semata niscaya Allah akan membalas kebaikan kita di dunia dan di akhirat. Jadi kalau kita tidak mendapatkan balasan apa-apa dari orang yang kita bantu, sama sekali kita tidak marah ataupun jengkel kepada orang tersebut karena yang kita harapkan hanyalah ridha Allah. Dalam prakteknya ternyata tidak mudah, terkadang ada tindakan dari murid kita yang kurang mengenakkan kita lalu segera kita jengkel dan menceritakan kepada orang lain (berghibah) bahwa dia adalah sebenarnya adalah pernah menjadi murid saya tetapi sekarang melakukan tindakan yang tidak pantas kepada saya dan lain sebagainya. Padahal kalau memang murid kita berakhlak tidak baik kepada kita hendaklah kita doakan dia dan kita nasehati secara langsung. Kalau belum berubah kita serahkan kepada Allah tanpa mengungkit-ngungkit kebaikan kita. Semoga Allah selalu membimbing kita semua untuk dapat mencontoh para Rasul Alihimus Shalatu Wassalam yang telah mendakwahkan tauhid dengan ikhlas karena Allah. Allah berfirman mengisahkan tentang ucapan Nabi Nuh ‘alaihis salamkepada kaumnya,
“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kalian (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah…” (Surat Huud 29)
Allah berfirman mengisahkan tentang ucapan Nabi Hud ‘alaihis salam kepada kaumnya,
“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)” (Surat Huud 51).
Bahkan terkadang kebaikan yang kita berikan kepada orang lain dibalasnya dengan keburukan. Hendaklah kita balas dengan kebaikan lagi sebagaimana Allah firmankan,
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar” (Surat Fushshilat 33-36)
Saya memiliki sahabat yang bernama Abdullah yang masih berumur 13 tahun, saya belum pernah berjumpa dengannya, ia mengirim sms kepada ustadz Agus Hasan Bashori yang dikenalnya di masjidil haram saat Abdullah menunaikan ibadah umroh bersama paman dan anak pamannya di bulan Ramadhan 1425H. Ketika ustadz Agus berkunjung ke Jeddah, beliau teringat dengan cerita saya tentang Ahmad dan menceritakan tentang perkenalannya dengan Abdullah ini yang tinggal di kota Buraidah Al Qassem Saudi Arabia, isi sms nya:
“Betapa bahagianya dia… Yaitu orang yang mengingat kuburnya kemudian ingat kepada Rabbnya, orang yang selalu mengoreksi diri, mensucikan hatinya, berbakti kepada keduaorangtuanya, orang yang suka menangis meneteskan airmatanya (karena takut kepada Allah) dan dilanjutkan dengan sujud (Orang yang memelihara shalatnya), ia bersegera menuju masjid, rajin shalat malam, selalu memaafkan saudara-saudaranya dan mendoakan untuk mereka kebaikan serta menyalahkan dirinya, ia tidak lupa dengan wiridnya (sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam), betapa bahagianya dia…Hendaklah kita semua menjadi orang itu”
Saya terharu dan terkesan dengan sms nya yang menyentuh hati, lalu saya meminta kepada ustadz Agus no hp Abdullah dan segera mengirim sms kepadanya: “Teman itu tiga macam, pertama seperti makanan, sesuatu yang selalu dibutuhkan tidak boleh tidak, kedua seperti obat, dibutuhkan saat sakit saja, ketiga seperti penyakit, sama sekali tidak dibutuhkan”.
Tidak lama Abdullah menelpon saya dengan suara yang bersahabat dan mengucapkan terimakasih atas sms yang telah saya kirim. Kami pun berkenalan dan saya katakan bahwa no hpnya saya dapatkan dari ust adz Agus. Kemudian saya berikan telepon genggam saya kepada ustadz Agus agar beliau mengucapkan salam kepadanya memperkenalkan saya. Diantara yang membuat saya kagum kepadanya adalah semangatnya dalam berdakwah dan memberikan pintu kebaikan kepada orang lain.
Pernah dalam telpon, tanpa saya minta ia menawarkan diri dan mengatakan, “Maukah saya kirim nomor-nomor telpon masyayikh (ulama-ulama) melalui sms, mungkin kamu memerlukannya?” Saya katakan, “Baik, saya tunggu smsnya”. Kemudian tidak lama beliau kirim sms memberikan nomor-nomor telpon Dr.Syaikh Khalid Al Musyaiqih, Syaikh Abdul Aziz As Sadhan, juga beliau berikan no telpon rumah Syaikh Abdurrahman As Sudais, Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid, Syaikh Abdullah bin Jibrin dan Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh.
Banyak sekali Abdullah mengirim sms kepada saya yang isinya berupa nasihat dan doa. Subhanallah! Saya sangat senang sekali dan merasa terhibur dengan sms-smsnya. Diantaranya,
“Tidaklah seorang dikatakan sebagai teman yang setia sehingga dia menjaga saudaranya dalam tiga hal, disaat musibah, saat temannya tidak ada di hadapan dia dan setelah wafatnya”
“Persahabatan dan percintaan dengan dasar ikhlas karena Allah bagaikan pohon yang menjulang tinggi ke langit dan akarnya menghunjam ke bumi, tumbuh di hati-hati yang suci, disirami (disemai) dengan ilmu, indah dan manis dengan kejujuran dan ketulusan, menjadi besar dengan husnudzan (bersangka baik), buahnya disediakan mimbar-mimbar dari cahaya di hari kiamat untuk mereka, apakah kita siap untuk berteduh di bawah naungan pohon tersebut dan melaksanakan hak-hak persahabatan?”
“Sorga dunia adalah persahabatan dan percintaan dengan dasar ikhlas karena Allah, Al Firdaus adalah sorga Akhirat, semoga Allah mengumpulkanku dan kamu di kedua sorga tersebut”
“Anak laki-laki merupakan nikmat dan anak perempuan merupakan kebaikan, Allah akan meminta pertanggungjawaban atas nikmat dan memberi ganjaran dengan kebaikan, hendaklah kita takut kepada Allah (terhadap anak-anak kita)”
Abdullah juga sempat kirim sms lainnya kepada saya:
“Umar radhiallahu anhu mengimami shalat subuh kemudian berpaling kepada manusia dan berkata: dimana Muadz? Muadz berkata: Ini saya wahai amirul Mu’minin.Umar berkata: Saya teringat kamu tadi malam lalu saya gelisah di tempat tidurku karena cinta dan rindu kepadamu. Lalu keduanya saling memeluk dan saling menangis. Betapa indahnya luapan hati yang tulus. Betapa saya merindukan untuk berjumpa denganmu seperi rindunya Umar terhadap Muadz”.
Sms ini saya informasikan kepada teman-teman di kantor Jeddah Dakwah Center dan mereka minta agar sms tersebut saya kirim ulang kepada mereka dan merekapun mengirim ulang kepada teman-teman lainnya. saya kirim juga kepada sejumlah teman, mereka sangat gembira dengan sms tersebut. Ketika saya ceritakan isi sms ini kepada Abu Shalih tetangga saya di Jeddah,, esoknya ia minta agar saya mengirimkan sms tersebut ke no telepon genggamnya. Setelah saya kirim, dua hari kemudian seusai pulang shalat asar berjamaah dari masjid saya berjumpa dengannya , ia bercerita bahwa sms yang kamu dapatkan dari anak kecil itu saya kirimkan ke teman saya yang sedang jengkel dan kesal kepada saya karena suatu hal. Dia memutuskan hubungan dengan saya, saya berusaha untuk meneleponnya berkali-kali tapi tidak diangkat juga, saya telah berulangkali mengirim sms kepadanya untuk berdamai dan minta maaf tapi tidak dijawab juga. Setelah itu saya ingan akan sms yang kamu ceritakan kepadaku dari anak kecil dari Al Qassem, Subhanallah tidak lama setelah saya kirim sms tersebut, dia menelpon saya dan meminta maaf atas hubungan yang renggang selama ini dan mengatakan saya cinta kamu karena Allah, hilanglah ganjalan diantara keduanya dan hubungan menjadi harmonis lagi disebabkan sms dari anak usia 13 tahun!!
Sungguh saya sangat bergembira mendapatkan teman seperti Abdullah –semoga Allah selalu melindunginya dan menjadikannya tetap istiqamah dalam dien Islam sampai akhir hayat- karena dapat menguatkan iman kita dan mengingatkan kepada Allah. Itulah fungsi teman sebagaimana Nabi Musa Alaihis Salam meminta teman yang dapat membantu beliau dalam misi da’wahnya. Allah berfirman menceritakan permohonan Nabi Musa ‘alaihis salam kepada Allah,
“Pergilah kepada Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas” Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, mudahkanlah untukku urusanku, lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami”.
Allah berfirman, “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.”
(Surat Thaha 24-36)

0 comments:

Post a Comment