Hari ini, saya mendapat pelajaran yang penting, yaitu: untuk tidak suudzon kepada orang lain, dalam kondisi apapun.
hmmmm...berat ya...?
karena bedanya tipiiiiis banget sama "waspada" atau "risk management", hihihihi... :)
tapi, dalam salah satu penceramah pernah mengatakan kita tidak boleh suudzon tapi waspada tidak apa-apa, waspada dalam hal ini kita tidak berburuk sangka pada seseorang, tapi jika kita jaga-jaga dalam arti bersiap-siap apabila dia berbuat tercela atau dzalim pada kita, kita sudah siap menghadapinya.
saya sendiri bingung, saya punya keduanya, contohnya:
>>> Prasangka Baik saya = mereka pasti akan berubah dan gak lama lagi akan minta maaf.
(yang mana saya dituduh: "Mimpi sebelum Tidur" :D ---- tapi aku percaya itu akan terjadi, walaupun gak ada fakta sama sekali yang mendukung prasangka baikku, kecuali keyakinanku kepada Allah SWT :))
>>> Prasangka Buruk saya = mereka tidak akan pernah berubah, mereka seperti Keluarga Abu Lahab ataupun juga seperti Abu Jahal, tidak akan pernah mau meminta maaf dan mengaku salah, walaupun dalam hati kecil mereka...mereka tau kalau mereka salah :)
(kalau prasangka ini, banyak sekali fakta pendukungnya T.T ....kebayang kan susahnya "memilih prasangka"?)
keterangan:
Al-Lahab1 – 4:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!
Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).
Dan (begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.”
Abu Jahal: sohibnya si Abu Lahab, manusia yang rela binasa daripada mengakui kebenaran tak dipihaknya.
Back to the topic, (curcol sikit tadi :D)
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar orang berbicara dengan nada pesimis (sinis, negatif, ragu-ragu, minder dll) dan sok tahu.
Sikap ini didasari ketidakmauan untuk mencari kejelasan terhadap suatu perkara.
Hal ini bahkan terjadi pada diri kita sendiri. :D
atau ada di antara kita yang suka menghukumi dan menghakimi suatu perkara dengan hanya berdasar pada bukti dan data yang sangat sedikit ( minim).
Baru mendengar kabar dari seseorang, langsung dipercaya, dan sudah berani berkomentar macam-macam.
Sikap-sikap seperti ini biasanya muncul karena kita sering terburu-buru berprasangka terhadap suatu perkara yang belum jelas.
Atau kalaupun sudah jelas perkara tersebut, kita kurang bijaksana dalam menyikapinya,
Yunus 36:
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Begitu luas akibat (implikasi) buruk yang ditimbulkan oleh sikap suudzon atau buruk sangka ini.
Orang yang suka suudzon cenderung suka menilai orang lain dengan memperbesar kekurangannya.
Maka dicari-carilah kekurangannya.
Kelebihan yang tampak pada orang lain selalu ditutup-tutupi, atau kalaupun disebut maka hanya sedikit dengan maksud untuk menjatuhkan.
Apalagi kalau sampai suudzon kepada Allah SWT (nauzubillahi min zalik).
Artinya selalu berpransangka yang tidak baik kepada Allah.
Ini ditunjukkan dengan sikap pesimisme, menyerah pada nasib, suka mengeluh dan lain-lain.
Hampir tidak ada celah positif dalam hidupnya.
Ini menimbulkan persepsi diri yang selalu negatif; pesimis, suka mengeluh, suka nyacat, menilai jelek orang lain, suka mencari-cari kesalahan, gengsi dll.
Astaghfirullah hal adzim, jangan sampai kita jadi orang seperti itu.
hehehe, Insya Allah nggak kan? :)
So, bagaimana sikap yang seharusnya?
Allah menyebutkan bahwa sebagian dari prasangka adalah dosa.
Memang benar, kerana pada kenyataannya prasangka itu hampir selalu mengikuti keinginan hawa nafsu.
Ketika seseorang mendapatkan sesuatu berita negatif (yang belum pasti kebenarannya), maka dengan pantasnya syaitan duduk di sampingnya, menambahkan berita itu dengan beribu macam dugaan dan membisikannya ke dalam hati manusia.
Hendaklah kita segera menepis segala pemikiran, dugaan, prasangka yang terlintas, agar kita tidak terjerumus ke dalam dosa dan segera beristighfar minta ampun kepada Allah.
Selanjutnya Allah pun melarang kita kaum muslimin mencari-cari kesalahan orang lain (apalagi saudara sendiri) dan mengaibkan mereka, hingga Allah memisalkan perbuatan tersebut seperti memakan daging saudara sendiri.
Siapakah yang sudi memakan daging seperti itu ?
Jika kita kebetulan mendengar sesuatu hal tentang saudara kita, yang belum teruji kebenarannya, maka wajiblah bagi kita untuk mendahulukan prasangka baik (husnudzon) sebelum prasangka buruk (su’udzon).
Prasangka baik inilah yang Insya Allah akan menjadikan hubungan persaudaraan (ukhuwah) semakin erat dan melindungi kita dari penyakit hati iri dan dengki terhadap saudara seiman.
Ikatan persaudaraan yang dilandasi oleh iman, yang terlindung dari prasangka buruk dan kedengkian inilah yang akan mampu membangunkan Islam yang tahan menghadapi serangan panas, hujan dan badai.
Amin.
0 comments:
Post a Comment