Berkata Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah dalam al Majmû’ (V/311) :
“Berkata Imam Abul Hasan Muhammad ibnu Marzuq az-Za’farani, dan beliau adalah termasuk ahli fiqh yang sangat jenius dalam kitabnya al Janâ-iz : ’Tidak boleh dia menyentuh kubur dengan tangannya dan tidak boleh pula menciumnya. Itulah sunnah yang telah berlaku’.
Berkata Abul Hasan : ’Mengusap kuburan dan menciumnya seperti yang dilakukan orang-orang awam pada saat ini adalah termasuk perkara-perkara bid’ah yang mungkar dalam pandangan Syariat. Sepantasnya untuk dijauhi perbuatan tersebut dan dilarang pelakunya’.
Berkata Abu Musa : ’Berkata para fuqaha’ Khurasan : Yang disunnahkan dalam ziarah kubur adalah seseorang membelakangi kiblat dan menghadap ke arah wajah mayit, memberi salam tanpa mengusap-usap kubur, mencium atau menyentuhnya. Karena yang demikian itu adalah kebiasaan orang-orang Nasrani’.”
Berkata Imam ‘Izzuddin ibnu Jama’ah al-Kinani asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya Hidâyah as-Sâlik hal. 1390-1391 :
“Sebagian ulama memandang bahwa termasuk bid’ah membungkuk kehadapan kuburan yang diagungkan saat memberi salam. Ia berkata : Orang yang tidak memiliki ilmu menyangka bahwa perbuatan itu termasuk dalam simbol-simbol penghormatan. Yang lebih buruk dari itu adalah mencium tanah kuburan. (Perbuatan yang) tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Segala kebaikan ada dalam mengikuti mereka, semoga Allah merahmati mereka dan memberi manfaat kepada kita dengan ilmu mereka. Siapa yang terlintas dalam pikirannya bahwa mencium tanah kuburan lebih sempurna dalam mencari keberkahan, maka itu termasuk dalam kebodohan dan kelalaiannya. Karena keberkahan itu hanya ada pada apa yang sesuai dengan Syariat, perkataan dan amalan para Salaf.
Saya tidak heran dengan orang jahil yang melakukan hal tersebut. Akan tetapi saya sangat heran dengan orang yang berfatwa tentang baiknya perbuatan tersebut dengan pengetahuan dia akan keburukan perbuatan itu dan menyelisihi amalan para Salaf, lalu ia berdalil dengan syair.
Kami memohon kepada Allah dengan karunia dan kebaikan-Nya untuk memberikan taufiq kepada kita dalam ucapan dan perbuatan, memelihara kita dari hawa nafsu dan ketergelinciran”
Berkata Imam Muhammad bin Ali asy-Syaukani dalam risalahnya “Syarh ash-Shudur bi Tahrim Raf’il Qubur” hal. 17 :
“Ketahuilah bahwa manusia telah sepakat, yang terdahulu maupun yang belakangan, yang awal dan yang akhir, sejak masa Sahabat radhiyallahu ‘anhum sampai saat ini, bahwa meninggikan kuburan dan membuat bangunan diatasnya adalah termasuk bid’ah-bid’ah yang telah pasti larangannya dan sangat keras ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagi pelakunya –sebagaimana yang akan datang penjelasannya-, dan tidak ada yang menyelisihi perkara ini seorang pun dari seluruh kaum muslimin.”
Berkata Imam al-Hafidz as-Suyuthi asy-Syafi’i rahimahullah dalam “al-Amru bil Ittiba’” hal. 59-60 :
“Adapun membangun masjid diatas kuburan, menyalakan lampu, lilin ataupun pelita, maka seluruh ulama-ulama mazhab dengan sangat jelas telah menyebutkan pelarangannya, dan tidak diragukan lagi akan keharamannya.”
Berkata Imam Ibnu Abidin al-Hanafy dalam “Hasyiyah”nya (I/601) :
“Adapun mendirikan bangunan diatas kubur, maka saya tidak pernah mendapatkan orang yang memilih (pendapat) tentang kebolehannya.”
Berkata Imam al-Qurthubi al-Maliki dalam tafsir ayat Surat al-Kahfi : 12 (X/379-380):
“Berkata ulama-ulama (mazhab) kami : Ini mengharamkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan kuburan para nabi dan para ulama sebagai masjid.”
(Sumber : Tahdzib Tashil al-Aqidah al-Islamiyyah oleh Dr. Abdullah ibnu Abdul Aziz al-Jibrien)
Berkata Imam al Hafidz as Suyuthi asy Syafi’i rahimahullah (w. 911 H.) dalam “Al Amr bi al Ittiba’” hal. 61 :
“Masjid-masjid ini yang dibangun diatas kuburan wajib dihancurkan. Ini adalah perkara yang tidak ada khilaf di kalangan ulama-ulama terkenal. Dan dibenci shalat didalamnya tanpa ada perselisihan”
Berkata Syaikh Ahmad ar Ruumi al Hanafi rahimahullah (w. 1043 H) dalam kitab “Al Majalis al Arba’ah min Majalis al Abrar” hal. 366 :
“Masjid-masjid yang dibangun diatas kuburan, maka hukum Islam tentangnya adalah dihancurkan seluruhnya hingga rata dengan tanah. Demikian pula kubah-kubah yang dibangun diatas kubur wajib dihancurkan. Karena itu dibangun diatas pondasi pembangkangan dan penyelisihan terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam”
Berkata Imam an Nawawi asy Syafi'i rahimahullah dalam “Syarh Shahih Muslim”, VII/ 37-38 :
“Berkata Imam Asy Syafi’i dalam Kitab Al Umm : Dan aku melihat para penguasa di Mekkah memerintahkan untuk menghancurkan apa-apa yang dibangun diatasnya (yaitu kuburan). Dan penghancuran ini dikuatkan dengan sabdanya –yaitu dalam hadits : Dan tidak juga kubur yang tinggi, melainkan engkau ratakan!...”
Berkata Imam Ibnu Hajar al Haitami asy Syafi’i dalam “Syarh al Minhaj” sebagaimana dinukil dalam “Ruh al Ma’ani”, VIII/ 226 :
“Sekelompok ulama telah berfatwa untuk menghancurkan seluruh bangunan-bangunan (kuburan) yang ada di Qarafa, Mesir, demikian pula dengan kubah Imam Syafi’i yang dibangun oleh sebagian raja. Selayaknya bagi setiap orang untuk menghancurkan yang seperti itu selama tidak dikhawatirkan mafsadat (keburukan)nya. Maka wajib menyampaikan urusan ini kepada penguasa…”
Catatan : Perbuatan diatas wajib memperhatikan kaedah-kaedah dalam mengingkari kemungkaran dengan memperhatikan maslahat-mafsadat dan mengikut sertakan penguasa.
“Ketahuilah bahwa manusia telah sepakat, yang terdahulu maupun yang belakangan, yang awal dan yang akhir, sejak masa Sahabat radhiyallahu ‘anhum sampai saat ini, bahwa meninggikan kuburan dan membuat bangunan diatasnya adalah termasuk bid’ah-bid’ah yang telah pasti larangannya dan sangat keras ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagi pelakunya –sebagaimana yang akan datang penjelasannya-, dan tidak ada yang menyelisihi perkara ini seorang pun dari seluruh kaum muslimin.”
Berkata Imam al-Hafidz as-Suyuthi asy-Syafi’i rahimahullah dalam “al-Amru bil Ittiba’” hal. 59-60 :
“Adapun membangun masjid diatas kuburan, menyalakan lampu, lilin ataupun pelita, maka seluruh ulama-ulama mazhab dengan sangat jelas telah menyebutkan pelarangannya, dan tidak diragukan lagi akan keharamannya.”
Berkata Imam Ibnu Abidin al-Hanafy dalam “Hasyiyah”nya (I/601) :
“Adapun mendirikan bangunan diatas kubur, maka saya tidak pernah mendapatkan orang yang memilih (pendapat) tentang kebolehannya.”
Berkata Imam al-Qurthubi al-Maliki dalam tafsir ayat Surat al-Kahfi : 12 (X/379-380):
“Berkata ulama-ulama (mazhab) kami : Ini mengharamkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan kuburan para nabi dan para ulama sebagai masjid.”
(Sumber : Tahdzib Tashil al-Aqidah al-Islamiyyah oleh Dr. Abdullah ibnu Abdul Aziz al-Jibrien)
Berkata Imam al Hafidz as Suyuthi asy Syafi’i rahimahullah (w. 911 H.) dalam “Al Amr bi al Ittiba’” hal. 61 :
“Masjid-masjid ini yang dibangun diatas kuburan wajib dihancurkan. Ini adalah perkara yang tidak ada khilaf di kalangan ulama-ulama terkenal. Dan dibenci shalat didalamnya tanpa ada perselisihan”
Berkata Syaikh Ahmad ar Ruumi al Hanafi rahimahullah (w. 1043 H) dalam kitab “Al Majalis al Arba’ah min Majalis al Abrar” hal. 366 :
“Masjid-masjid yang dibangun diatas kuburan, maka hukum Islam tentangnya adalah dihancurkan seluruhnya hingga rata dengan tanah. Demikian pula kubah-kubah yang dibangun diatas kubur wajib dihancurkan. Karena itu dibangun diatas pondasi pembangkangan dan penyelisihan terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam”
Berkata Imam an Nawawi asy Syafi'i rahimahullah dalam “Syarh Shahih Muslim”, VII/ 37-38 :
“Berkata Imam Asy Syafi’i dalam Kitab Al Umm : Dan aku melihat para penguasa di Mekkah memerintahkan untuk menghancurkan apa-apa yang dibangun diatasnya (yaitu kuburan). Dan penghancuran ini dikuatkan dengan sabdanya –yaitu dalam hadits : Dan tidak juga kubur yang tinggi, melainkan engkau ratakan!...”
Berkata Imam Ibnu Hajar al Haitami asy Syafi’i dalam “Syarh al Minhaj” sebagaimana dinukil dalam “Ruh al Ma’ani”, VIII/ 226 :
“Sekelompok ulama telah berfatwa untuk menghancurkan seluruh bangunan-bangunan (kuburan) yang ada di Qarafa, Mesir, demikian pula dengan kubah Imam Syafi’i yang dibangun oleh sebagian raja. Selayaknya bagi setiap orang untuk menghancurkan yang seperti itu selama tidak dikhawatirkan mafsadat (keburukan)nya. Maka wajib menyampaikan urusan ini kepada penguasa…”
Catatan : Perbuatan diatas wajib memperhatikan kaedah-kaedah dalam mengingkari kemungkaran dengan memperhatikan maslahat-mafsadat dan mengikut sertakan penguasa.
0 comments:
Post a Comment