Tuesday, September 4, 2012
Mari kita saling menasehati dengan cara yang santun.
Mari kita saling menasehati dengan cara yang santun. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sahabat..... Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna, selalu ada kelemahan dan kekurangannya. Setiap manusia mesti mempunyai kesalahan dan sebaik-baik mereka adalah yang bertaubat kepada Allah, menyadari kesalahannya, lalu menyesal dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Oleh karena itu, nasehat-menasehati menuju kebenaran harus digalakkan, Bagi yang dinasehati seharusnya ia berterima kasih kepada orang yang telah menunjukkan kekurangan dan kesalahannya, hanya saja hal ini jarang terjadi. Pada umumnya manusia tidak suka dipersalahkan, apalagi kalau teguran itu disampaikan kepadanya dengan cara yang tidak baik. Maka seorang pemberi nasehat haruslah mengetahui metode yang baik agar nasehatnya dapat diterima oleh orang lain. Di antara metode nasehat yang baik adalah memberi nasehat kepada orang lain secara rahasia, tanpa diketahui oleh orang lain. Mari kita simak penjelasan para ulama tentang adab yang satu ini. NASEHAT PARA ULAMA TENTANG "MENASEHATI SECARA RAHASIA" Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah (wafat tahun 354 H) berkata: "Nasehat itu merupakan kewajiban manusia semuanya, sebagaimana telah kami sebutkan sebelum ini, tetapi dalam teknik penyampaiannya haruslah dengan secara rahasia, tidak boleh tidak, karena barangsiapa yang menasehati saudaranya di hadapan orang lain, maka berarti dia telah mencelanya, dan barangsiapa yang menasehatinya secara rahasia, maka berarti dia telah memperbaikinya. Sesungguhnya penyampaian dengan penuh perhatian kepada saudaranya sesama muslim adalah kritik yang membangun, lebih besar kemungkinannya untuk diterima dibandingkan penyampaian dengan maksud mencelanya." Kemudian Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah menyebutkan dengan sanadnya sampai kepada Sufyan, ia berkata: "Saya berkata kepada Mis'ar, "Apakah engkau suka apabila ada orang lain memberitahumu akan kekurangan-kekuranganmu?" Maka ia berkata, "Apabila yang datang adalah orang yang memberitahukan kekurangan-kekuranganku dengan cara menjelek-jelekkanku, maka saya tidak senang, tetapi apabila yang datang kepadaku adalah seorang pemberi nasehat, maka saya senang." Abu Hatim (Imam Ibnu Hibban) rahimahullah berkata:"Nasehat apabila dilaksanakan seperti apa yang telah kami sebutkan, akan melanggengkan kasih sayang, dan menyebabkan terealisasinya hak ukhuwah." Al Imam Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Said Ibnu Hazm rahimahullah (wafat tahun 456 H) berkata: "Maka wajib atas seseorang untuk selalu memberi nasehat, baik yang diberi nasehat itu suka ataupun benci, tersinggung atau tidak tersinggung. Apabila engkau memberi nasehat, maka nasehatilah secara rahasia, jangan di hadapan orang lain, dan cukup dengan memberi isyarat tanpa terus terang secara lansung, kecuali apabila orang yang dinasehati tidak memahami isyaratmu, maka harus secara terus terang. jika engkau melampaui adab-adab tadi, maka engkau orang yang zalim, bukan pemberi nasehat, dan gila ketaatan serta gila kekuasaan, bukan pemberi amanat dan pelaksana hak ukhuwah. Ini bukanlah termasuk hukum akal dan hukum persahabatan, melainkan hukum rimba, seperti seorang penguasa dengan rakyatnya, dan tuan dengan hamba sahayanya." Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat tahun 795 H) berkata:"Al Fudhail (wafat tahun 187 H) berkata, "Seorang mu'min menutup (aib saudaranya) dan menasehatinya sedangkan seorang fajir (pelaku maksiat) membocorkan (aib saudaranya) dan memburuk-burukkan." Apa yang disebutkan oleh Al Fudhail ini merupakan ciri antara nasehat dan memburuk-burukkan. Yaitu bahwa nasehat itu dengan secara rahasia, sedangkan menjelek-jelekkan itu ditandai dengan penyiaran. Sebagaimana dikatakan, "Barangsiapa mengingatkan saudaranya di tengah-tengah orang banyak, maka ia telah menjelek-jelekkannya." Sedangkan menyebarluaskan dan menampakkan aib-aib orang lain, maka hal tersebut termasuk yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui." (Surat An-Nuur: 19) Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafizhahullah berkata: "Perlu diketahui bahwa nasehat itu adalah pembicaraan yang dilakukan secara rahasia antaramu dengannya, karena apabila engkau menasehatinya secara rahasia dengan empat mata, maka sangat membekas pada dirinya, dan dia tahu bahwa engkau pemberi nasehat, tetapi apabila engkau bicarakan dia di hadapan orang banyak, maka besar kemungkinan bangkit kesombongannya yang menyebabkan ia berbuat dosa dengan tidak menerima nasehat, dan mungkin pula ia menyangka bahwa engkau hanya ingin balas dendam dan mendiskreditkannya serta untuk menjatuhkan kedudukannya di mata manusia sehingga ia tidak menerima isi nasehat tersebut. KAPAN DIBOLEHKAN MEMBERI NASEHAT DI HADAPAN ORANG LAIN? Sahabat sahabatku.. Walaupun demikian ada beberapa perkecualian yang membolehkan atau mengharuskan seseorang untuk menasehati orang lain di depan orang banyak. Salah seorang khatib dan imam masjid di kota Al-Khubar, Saudi Arabia dalam salah satu khutbah Jum'atnya mengatakan: "Ummat Islam, mereka itu memiliki kehormatan dan harga diri, oleh karena itu haruslah kita menjaga hak-hak dan kehormatan mereka, haruslah kita memelihara perasaan mereka, tetapi kadang-kadang sesuatu nasehat yang akan engkau sampaikan kepada orang lain apabila engkau tunda, maka akan terlambat, maka harus sekarang juga engkau menasehatinya sebelum terlambat. Contohnya, sebagaimana terdapat dalam Shahih Muslim (Juz 6 hal. 142-143 no. 58 (875), pent) dari Jabir radhiallahu 'anhu bahwasanya ia berkata: Sulaik Al Ghathafani datang (ke masjid) hari Jum'at dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sedang duduk di atas mimbar, maka Sulaik langsung duduk tanpa shalat terlebih dahulu, maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya, "Apakah engkau telah melaksanakan shalat dua rakaat?" Ia berkata, "Belum," maka beliau memerintahkan kepadanya, "Bangunlah dan shalatlah dua rakaat!" Ini bukanlah sedang memburuk-burukkan atau menyiarkan kesalahan orang tersebut, karena saat itu adalah waktu yang tepat untuk menasehatinya, apabila dibiarkan, maka akan terlewatkan, karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam memerintahkan setiap muslim yang masuk ke dalam masjid agar shalat dua rakaat terlebih dahulu sebelum ia duduk. Perintah tersebut mengharuskan untuk dilaksanakan pada saat itu juga tidak bisa ditunda sampai selesai shalat Jum'at. Hanya orang yang dapat menguasai dirinya dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji, maka dia tidak tersinggung apabila pendapat dia dikritik, dan kesalahannya ditegur secara langsung, dan tipe orang seperti ini jarang sekali, hanya dengan taufiq Allah-lah kemudian dengan melatih jiwa untuk menekan gengsi, barulah orang tersebut akan mempunyai jiwa besar dengan mengakui kesalahannya dan rujuk kepada kebenaran."
0 comments:
Post a Comment